Thales of Miletus
1. Sketsa Biografis
Jika kita bertanya siapa
orang barat pertama yang benar-benar menggunakan akalnya dengan serius untuk
memikirkan alam semesta ?. Jawabannya adalah Thales of Miletus, filosof Yunani
pertama. penggunaan akal dengan serius di sini berarti independensi akal dari
berbagai mitologi yang pada era sebelum Thales merupakan basis berfikir umat
manusia. Menurut Encyclpaedia Britannica,
ia dikenal sebagai filosof Yunani Kuno pertama berdasakan konsensus. Ia
adalah orang yang mengawali lembar sejarah filsafat barat, sebagaimana
dinyatakan oleh Bertrand Russel: “western philosophy begns with Thales”
Sebagian
mengidentifikasinya sebagai bapak filsafat yang dikenal dengan kosmologinya,
bahwa air adalah bahan dasar segala sesuatu
( the essence of all matter)
dengan bumi terapung di atasnya. Ia mengajukan pertanyaan yang amat mendasar,
yang jarang diperhatikan orang; juga orang zaman sekarang: what is the nature of the world
stuff ?. Apa bahan dasar alam semesta ini ?. Tak pelak lagi, pertanyaan ini
amat mendasar. Terlepas dari apapun jawabannya, pertanyaan ini saja telah
mengangkan namanya menjadi filosof pertama. Ia sendiri menjawab air. Thales mengambil air sebagai dasar
alam semesta barangkali ia melihatnya sebagai sesuatu yang amat diperlukan
dalam kehidupan, dan menurut pendapatnya bumi ini terapung di atas air. Pertanyaan ini merupakan
pintu gerbang dari transisi era mitologis menuju era logis. Disebutkan bahwa ia
sering berlayar ke Mesir dan mempelajari ilmu ukur di sana dan membawanya ke
Yunani.
Thales lahr di kota
Miletus, sebuah kota Yunani kuno yang terletak di Asia kecil (Asia Minor)
yang sekarang merupakan wilayah provinsi Aydin, Turki. Ia dikenal sebagai salah
satu dari legenda seven wise
man (tujuh orang bijak) atau hoi hepta sophoi, dalam tradisi filsafat
pre-socratic bersama enam orang lainnya: Cleobulus of Lindos , Solon of Athens,
Chilon of Sparta, Bias of Priene, Pittacus of Mytilene, Periander of Corinth.
Tidak banyak referensi historis terkait Thales, tidak ada bukti-bukti tertulis
tentang filsafatnya yang sampai kepada kita, sehingga pencapaian Thales dalam
filsafat sulit diakses. Namun, dengan dimasukannya Thales dalam jajaran seven wise man, setidaknya ada beberapa referensi
yang membincang Thales dan petuah-petuahnya, seperti “know thyself” (kenali dirimu) dan “nothing in
excess” (jangan berlebihan).
Selain sebagai filosof, ia juga dikenal sebagai seorang ahli politik, astronomi
dan geometri. Teorema Thales merupakan salah satu teori matematika tertua yang
terkenal.
2. Beberapa
Leksikon Kuno Terkait Thales
Dalam Encyclopaedia
Britanica disebutkan beberapa tokoh Yunani kuno yang pernah menulis tentang
Thales. Herodotus (484-485 SM), salah seorang sejarawan Yunani kuno,
meneyebutkan bahwa Thales merupakan seorang penasihat politik yang mengadvokasi
kota-kota di daerah Aegean, Iona. Callimachus (305-240 SM), seorang pujangga
Yunani, sempat merekam suatu kepercayaan tradisional bahwa Thales memberikan
nasihat kepada navigator kapal laut untuk mengendalikan kapalnya dengan
berdasarkan kepada rasi bintang ursa
minor (the little bear) daripada ursa mayor (the great bear). Keduanya merupakan konstelasi bintang
di belahan bumi utara. Ia juga mengatakan bahwa Thales mampu mengukur piramida
di Mesir dan jarak kapal di laut dari pantai dengan ilmu geometri yang
dimilikinya. Xenophanes (560-478 SM) menyebutkan bahwa Thales telah berhasil
memprediksi gerhana bulan yang menghentikan pertempuran antara Raja Alyattes,
dari Lydia dan Raja Cyaxares, dari Media pada tanggal 28 Mei 585 SM.
Menurut Richard McKirahan,
Thales mampu memprediksi gerhana tersebut setelah ia mempelajari
catatan-catatan astronomi yang tersimpan di Babilonia sejak 747 SM.
Selanjutnya,
klaim yang menyebutkan bahwa Thales merupakan filosof pertama yang membuka
lembaran sejarah filsafat Eropa dicetuskan terutama oleh Aristoteles
(384-322 SM). Menurutnya, Thales merupakan orang pertama yang memikirkan alam
semesta dengan memperkenalkan sebuah konsep single
material substratum (dasar material tunggal alam semesta), yakni air
(water) atau embun (moisture).
3. Teori-Teori Thales
A. Pemikiran Filsafat
Signifikansi filsafat
Thales ini terletak pada pilihannya kepada air sebagai substansi yang esensial
(substantial essence) alam semesta. Dalam hal ini ia telah menghindari
simplifikasi fenomena sekitarnya. Dalam pencarian gejala alam, secara
langsung ia berdiskusi dengan alam itu sendiri dengan tidak bersandar kepada
sebab-sebab anthropomorphis belaka. Mulai dari Thales, alam berfikir
kemanusiaan digeser dari mistis dan mitis menuju alam rasional.
Pada masa itu,
orang-orang Yunani selalu menjelaskan fenomena alam dengan menisbatkannya kepada
para dewa antropomorfik. Dalam hal ini, Thales menolak tardisi semacam itu, ia
melakukan revolusi intelektual dengan mencoba menjelaskan fenomena alam via
eksplanasi rasional. Misalnya terkait fenomena gempa bumi, ketika masyarakat
Yunani melihat gempa bumi sebagai sesuatu yang dihasilkan oleh proses
supranatural,Thales menjelaskan bahwa gejala alam tersebut terjadi karena bumi
mengapung di atas air dan ia terjadi karena bumi digoyang oleh ombak-ombak di
laut.
Air
Sebagai Substansi Segala Sesuatu
Pemikiran Thales yang paling terkenal
adalah tesis kosmologi-nya yang bermula dari air. Penjelasan paling
komprehensif terkait kosmologi Thales ini terdapat dalam kutipan Metaphysis-nya
Aristoteles:
.. bahwa dari apa sesuatu
itu ada, dari mana sesuatu itu terbentuk untuk yang pertama kalinya, dan akan
kemana akhirnya sesuatu itu akan berujung, substansi merupakan hal yang ada di
dalamnya.....
.... Untuk itu perlu
ada beberapa “nature”, satu atau lebih, di mana sesuatu lainnya berasal dan disimpan
.... Thales, pendiri jenis filsafat ini mengatakan bahwa itu adalah air ...
Demikianlah kutipan Aristoteles
tentang kosmologi Thales, bahwa dasar segala sesuatu adalah air. Selanjutnya,
Heraclitus Homericus juga pernah membincang tentang kosmologi Thales. Ia
mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulannya setelah mengamati substansi zat
lembab yang kemudian menjadi udara,
lumpur dan bumi/zat padat. Tampaknya Thales melihat bumi sebagai pemadatan dari
air di mana bumi itu mengambang dan dikeliling lautan. Thales
sendiri merupakan seorang Hylozoist, sebuah sebutan bagi mereka yang meyakini
bahwa semua materi itu hidup.
B. Teorema Thales
Dalam ilmu geometri, Thales dikenal karena telah
menyumbangkan suatu teori yang disebut teorema Thales. Teori ini berisi :
1.
Sebuah lingkaran
terbagi dua sama besar oleh diameternya
2.
Sudut bagian dasar
dari segitiga samakaki adalah sama besar
3.
Jika ada dua garis
lurus bersilangan, maka dua sudut yang saling berlawanan akan sama
4.
Sudut yang terdapat
dalam setengah lingkaran adalah sudut siku-siku.
5. Sebuah segitiga
terbentuk bila bagian dasarnya serta sudut-sudut yang yang bersinggungan dengan
bagian dasar tersebut telah ditentukan.
C.
Thales dan Tuhan
Thales telah menetapkan metode
berfikirnya kepada suatu objek sebagai sesuatu yang berubah menjadi objek
lainnya, seperti air berubah menjadi bumi, dst. Lantas bagaimana dengan
perubahan itu sendiri ?, bagaimana kekuatan untuk merubah suatu benda ke benda
lain bisa dijelaskan ?.
Thales
mencari jawabannya melalui batu magnet “loadstone” yang bisa menggerakan
besi dan batu ambar. Sebagaimana telah disebutkan bahwa Thales merupakan
penganut aliran Hylozoist yang meyakini bahwa segala sesuatu memiliki jiwa yang
karenanya ia hidup. Loadstone merupakan satu dari dua batu mineral yang
mengandung magnet alami, batu lainnya pyrrhotite memiliki daya magnet
yang lebih lemah. Sedangkan ambar merupakan resin pohon yang telah mengeras
menjadi fosil. Dalam batu magnet dan ambar ini ia melihat adanya suatu kesamaan
dengan kekuatan makhluk hidup untuk bertindak. Maka dalam pandangannya, keduanya
hidup.
Batu magnet dan ambar, keduanya hidup dalam pandangan
Thales, jika demikian, maka tidak ada perbedaan antara yang hidup dan yang
mati. Ketika ia ditanya kenapa ia tidak mati saja jika memang tidak ada
perbedaan antara keduanya ?, ia menjawab : karena tidak ada bedanya !.
Jika sesuatu itu hidup, maka ia memiliki jiwa. Sebenarnya
konsep ini bukanlah sebuah inovasi. Kepercyaan yang berkembang sebelumnya di
daerah Mediterania juga menyatakan bahwa semua gejala-gejala natural disebabkan
oleh intervensi ketuhanan. Secara konklusif, sumber yang ada mengatakan bahwa
Thales meyakni bahwa segala sesuatu itu dipenuhi oleh tuhan-tuhan (all
things were full of gods). Namun dalam hal ini Thales mencari sesuatu yang
lebih general, yaitu suatu substansi fikiran universal.
“Thales”, kata Cicero, “ menganggap bahwa air merupakan
prinsip segala sesuatu, dan tuhan adalah fikiran yang membentuk dan menciptakan
segala sesuatu dari air”.